LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN (KKL)
Disusun
untuk memenuhi syarat mata kuliah Kerja Lapangan (KKL)
Bimbingan
Dosen: Iman Sampurna, S.pd & Mudriah, M.pd
Oleh:
Ikbat
Subakti
432231203004
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
STKIP
SETIABUDHI RANGKASBITUNG
2015
KATA
PENGANTAR
Puji
dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, karunia, cinta dan
kasih sayang-Nya, dan tidak lupa juga saya ucapkan salam kepada Baginda Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa pengaruh yang besar di muka bumi ini terutama
dalam agama.sehingga Saya akhirnya dapat menyelesaikan penulisan laporan Kuliah
kerja Lapangan (KKL) ini yang salah satu tugas wajib untuk diseminarkan. ,
tidak dipungkiri bahwa saya banyak mendapatkan bantuan, dorongan dan bimbingan
dari berbagai pihak. Sehubungan dengan hal itu, pada kesempatan ini Saya mengucapkan
terima kasih yang sangat besar kepada semuanya yag tidak bisa saya sebutkan. Semoga
Allah membalas kebaikan dikemudian hari.
Penulis
juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna dari
penulisan ini, maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna
mencapai penulisan yang lebih baik. Akhirnya penulis berharap Laporan KKL ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perguruan
tinggi adalah bagian integral dari pembangunan nasional dan sangat terkait
dengan tujuan pendidikan pada umumnya, yakni dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia indonesia yang seutuhnya, yakni
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti
luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan
dan kebangsaan.
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan ( STKIP ) Setia Budhi RangkasBitung sebagai salah
satu perguruan tinggi yang
berlatar Pendidikan di indonesia diharapkan mampu berperan dalam
mengimplementasikan nilai Tri Darma Perguruan Tinggi, yakni darma pendidikan
dan pengajaran, darma penelitian dan darma pengabdian masyarakat.
Pengabdian
masyarakat sebagai salah satu aspek Tri Darma Perguruan Tinggi harus
mendapatkan perhatian serius dari Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan ( STKIP ) Setia
Budhi RangkasBitung guna menumbuhkan, memelihara, mengamalkan dan
mengembangkan kemampuan ilmu dan teknologi, khususnya ilmu-ilmu kegiatan melalui
berbagai program Kuliah Kerja Lapangan ( KKL ).
Kuliah Kerja
Lapangan ( KKL ) adalah suatu bentuk pendidikan aplikatif dengan cara memberikan
pengalaman belajar kepada mahasiswa saat mereka dihadapkan obyek-obyek ertentu yang mereka
lihat. Dan mereka juga harus mengaplikasikan dalam kajian-kajian melalui
analisis dalam metodelogi sejarah. Melihat pentingnya progranm tersebut,
maka kuliah kerja lapangan juga dikategorikan sebagai program intra kurikuler
yang harus diikuti oleh setiap mahasiswa STKIP SetiaBudhi Rangkasbitung Khususnya Program Study
Pendidikan Sejarah. Oleh karena itu KKL adalah hal yang
diwajibkan agar mahasiswa
tersebut mampu mengaplikasikan dan mengaplikasikan sebagai bahan ajar.
B. Tujuan dan
Target
Kuliah Kerja Lapangan adalah program intra kurikuler dengan
tujuan utama memberikan pendidikan kepada mahasiswa. Namun
demikian, karenapelaksanaannya mengambil
lokasi yang sangat jau yaitu di Candi Gedong Songo, Museum Palagan
Ambarawa, dan Meseum Kereta Api. Semarang.
1. Tujuan
Tujuan pelaksanaan Kuliah
Kerja Lapangan (KKL) adalah:
a. Memberikan pengalaman
belajar mahasiswa dalam pelaksanaan KKL.
b. Menjadikan mahasiswa agar
berkepribadian lebih dewasa dan mempeluas wawasan mahasiswa dengan
mengembangkan pola pemikiran dan pola penalaran mahasiswa.
c. Memberikan pelatihan
observasi dalam penelitian Sejarah.
d. Amanat Kurikulum.
2. Target
Secara umum
target yang ingin dicapai dalam pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) adalah
pemberdayaan seluruh komponen yang terlibat baik masyarakat, mahasiswa dan
institusi perguruan tinggi melalui program kegiatan mahasiswa pada institusi
sosial keagamaan, sedangkan secara spesifik target KKL adalah sebagai berikut:
a. Target
Bagi Mahasiswa
1) Mendewasakan
mahasiswa dalam cara berfikir, bersikap dan bertindak.
2) Meningkatkan
daya penalaran mahasiswa dalam melakukan
pengkajian, perumusan dan pemecahan masalah secara praktis dan terpadu
3) Melatih dan
membiasakan mahasiswa dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan melalui
kerjasama antar bidang keahlian.
b.
Target
Bagi STKIP Setia Budhi Rangkasbitung khususnya Pendidikan Sejarah
1) Memperoleh pengalaman
yang seluas-luasnya,
2) Meningkatnya
partisipasi dan peranan
dalam keintelektualisme dalam kajian sejarah.
3) Meningkatkan kualitas mahasiswa
dalam menuju progres.
C.
Sistematika Penyusunan Laporan
Sistematika laporan KKL ini dibagi
menjadi tiga bagian utama, yaitu bagian awal, bagian inti dan bagian akhir.
Masing-masing bagian dapat dirinci sebagai berikut:
Di bagian awal berisi halaman, judul, kata pengantar, daftar
isi dan , kesimpulan.
BAB II
1. Candi
Gedong Songo
Tujuan dari kegiatan ini adalah
terwujudnya obyek wisata Candi Gedongsongo sebagai laboraturium IPS terpadu
bagi siswa SMP maupun SMU.Siswa dapat memperoleh informasi yang
holistic/menyeluruh dari aspek sejarah, ekonomi, sosiologi-antropologi dan
geografi mengenai Candi Gedongsongo melalui CD. Selanjutnya dengan adanya CD
Candi Gedongsongo tersebut dapat menjadi media promosi pengembangan wisata bagi
Dinas pariwisata setempat, Obyek
Candi Gedongsongo dapat dikatakan mempunyai potensi kesatu (potensi alam) dan
kedua (potensi budaya).Potensi alam karena Candi Gedongsongo terletak di lereng
G.Ungaran dengan panorama yang menarik. Potensi buday karena obyek ini
mempunyai nilai sejarah yang tinggi khususnya kebudayaan pada masa hindu. Obyek Candi Gedongsongo merupakan obyek
kajian IPS terpadu yang ideal.Semua bidang ilmu IPS dapat mengkaji obyek ini
dengan sudut pandangnya masing-masing.Geografi mengkaji obyek Candi Gedongsongo
dari aspek letak astronomis, letak geografis, landscape, aksesibilitas, iklim
dan sebagainya. Sosilogi dan antropologi mengkaji fenomena social seperti
tradisi, cara hidup masyarakat, pranata social, model rumah sampai cara
berpakaian orang-orang di daearah Gedongsongo. Ekonomi pengkaji mengenai
matapencaharian penduduk, system perdagangan, produksi utama daerah Gedongsongo, fasilitas
infrastruktur yang ada dan sebagainya. Pendidikan Kewarganegaraan mengkaji tata
pengelolaan obyek wisata, Struktur pemerintahan setempat.
Mengenai masa pendirian
candi gedong songo belum diketahui secara pasti , namun dari bentuk seni
bangunan para ahli menafsirkan pendirina candi gedong songo hampir semasa
dengan percandian dieng yang dianggap candi hindu tertua di jawa tengah. Dengan
demikian candi gedong songo dibuat dalam kurun waktu abad ke VII –IX Masehi.
Candi Gedongsongo merupakan salah satu obyek andalan wisata di Kabupaten
Semarang.Candi Hindu yang dibangun pada abad 7 merupakan kompleks candi yang
terletak di desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang.Kompleks Candi
Gedongsongo berada pada ketinggian 1200 m dpl, dengan demikian udara di sini
cukup dingin dan mempunyai panorama yang indah. Obyek wisata Candi Gedongsongo
bukan sekedar obyek wisata sejarah atau arkeologi semata, tetapi juga dapat
dikaji dari aspek geografi seperti letaknyasumber air panas-penggunaan lahan
dan sebagainya.Dari aspek sosiologi antropologi dapat dikaji bagaimana
kehidupan budaya masyarakat setempat, adaptasi mereka dan sebagainya.Dari aspek
ekonomi bagiamana masyarakat sekitar menafaaatkan sumberdaya alam yang ada,
bagaimana ketersedian fasilitas penunjang dan sebagainya.Selain itu obyek Candi
Gedongsongo juga merupakan tujuan olahraga (outbanod) karena lokasi obyek yang
berjauhan harus ditempuh dengan jalan kaki atau naik kuda.Jadi obyek candi
Gedongsongo cocok untuk wisata ilmiah sekaligus olah raga. Percandian gedong
songo merupakan kelompok percandian yang bercorak agama hindu. Hal ini dapat
diketahui berdasarkan arca dan relief yang menempati relung –relung bangunan
candi. Seperti arca Ciwa Mahadewa , ciwa mahaguru, ganeca ,durga
mahisasuramardhini, nadiswara dan mahakala serta yoni yang terdapat pada bilik
candi.keistimewaan dari percandian gedong songo antara lain terdapat arca gajah
dalam posisi jongkok ( njerum :jw ) dikaki candi gedong III, dan yoni dalam
bentuk persegi panjang yang terdapat di bilik candi gedong I.
Candi Gedongsongo dari
aspek geografi dapat dikaji mengenai letaknya, baik letak astronomis dan letak
geografis.Letak astronomis berdasarkan letak lintang dan bujur.Secara
astromonis, Candi Gedong Songo terletak pada 110º20’27’’BT dan 7º14’3’’ LS.Letak
geografis terkait dengan posisinya terhadap kota/daerah sekitarnya, atau
lokasinya berada di pegunungan atau pantai dan seterusnya.Tepatnya Candi Gedongsongo
berada di lereng G.Ungaran sebelah Timur. Selain itu dikaji penggunaan lahan,
proses geomorfologi, aksesibilitas, dan gejala post vulkanis seperti sumber air
panas. LokasiCandi Gedongsongo, Desa Darum, Kelurahan Candi, Kecamatan Bandungan,
Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Candi Gedongsongo dapat dicapai dari dua arah
yakni dari Ambarawa-Sumowono dengan jarak 14 km, dari Ungaran-Sumowono berjarak
19 Km. Masing-masing ada angkutan umum menuju candi Gedongsongo.
Dalam bidang sejarah mengkaji Candi Gedongsongo dari aspek sejarah
berdirinya Candi, kapan dibangun, oleh siapa, apa fungsi candi, mengapa memilih
tempat lokasi disini, sampai makna dari bagian-bagian candi, karakteristik
candi Hindu, nama-nama patung, symbolsimbol patung, sampai perbandingan dengan
candicandi ditempat lain. Nama Gedongsongo diberikan oleh penduduk setempat untuk kompleks candi
tersebut.Gedongsongo berasal dari bahasa Jawa, “Gedong” berarti rumah atau
bangunan, “Songo” berarti sembilan.Jadi arti kata Gedongsongo adalah sembilan
(kelompok) bangunan.Semua candi di sini terdiri dari tiga bagian yakni bagian
bawah (alas candi) yang menggambarkan alam manusia.Bagian atas (puncak candi)
adalah alam para dewa.Bagian tengah candi merupakan alam yang menghubungkan
keduanya.
Gunung adalah tempat persembahan terhadap roh nenek moyang. Kepercayaan
ini merupakan tradisi masyarakat lokal pra Hindu.Sedangkan gunung juga
merupakan tempat tingga dewa-dewa menurut tradisi Hindu yang saat itu sedang
berkembang secara global mempengaruhi hampir separuh dunia.Tradisi lokal
biasanya terkurangi perannya oleh tradisi global, ternyata keduanya mampu
berdiri setara di Gedongsongo. Tahun 1740, Loten menemukan kompleks Candi
Gedongsongo. Tahun 1804, Raffles mencatat kompleks tersebut dengan nama Gedong
Pitoe karena hanya ditemukan tujuh kelompok bangunan. Van Braam membuat
publikasi pada tahun 1925, Friederich dan Hoopermans membuat tulisan tentang
Gedongsongo pada tahun 1865. Tahun 1908 Van Stein Callenfels melakukan
penelitian terhadapt kompleks candi dan Knebel melakukan inventarisasi pada
tahun 1910-1911. Di Kompleks Candi Gedongsongo, kaki candi dapat dikenali
melalui profilnya yang terdiri dari sisi genta dan pelipit lurus. Pada bagian
luar tubuh candi terdapat relung-relung yang dahulu berisi arca Parswadewata,
namun sekarang sebagian besar dalam kondisi kosong, demikian pula bilik candi
yang dahulu berisi lingga-yoni dan relung di dalam bilik.Relung bagian luar
tubuh dihias dengan motif flora dan kadang ada hiasan berupa’Kala’.
Parswadewata di Jawa ditafsirkan sebagai persembahan kepada roh nenek moyang
yang telah bersatu dengan Siwa dan di candi disimbolkan dengan Lingga-Yoni yang
dikawal dewa pengiring yaitu: Durga (istri Siwa), Ganesha (anak Siwa), dan
Agastya (seorang resi yang memiliki kemampuan spiritual setara dengan dewa). Atap
Candi bertingkat tiga dengan hiasan miniatur candi dan antefixbaik polos maupun
berhias. Denah candi hampir seluruhnya berbentuk bujur sangkar namun terdapat
pula candi dengan denah persegi panjang, sedang ukuran candinya sangat
bervariasi, lebarnya berkisar 4,5m -9,5m; panjang 4,8m – 9m dengan tinggi yang
berbeda pula dari 3m – 8,9m Sebagian besar candi Gedongsongo menghadap ke
barat, menghadap arah pucak G.Ungaran. Kecuali Candi Gedong I, semua mempunyai
candi pewara. Hanya banyak candi pewara yang sudah runtuh/rusak. Dasar candi
biasanya berbentuk persegi dengan ukuran 6x 6 m atau 10 x 10 m. Gedong
IIIterdiri dari tiga bangunan yaitu candi induk menghadap ke barat, candi apit
di sebelah utara, dan candi Perwara di depan candi induk. Arca pada relung candi
induk masih dapat dijumpai yaitu Durga di relung utara, Agastya di relung
selatan, Ganesha di relung timur, dan Mahakala dan Nandiswara terdapat di
kiri-kanan pintu candi. Candi Perwara memiliki bentuk yang hampir sama dengan
Candi Semar diKompleks Candi Dieng, yaitu berbentuk persegi panjang.
2. Palagan
Ambarawa
Pada tanggal 20 Oktober 1945, tentara Sekutu di bawah
pimpinan Brigadir Bethell mendarat di Semarang dengan maksud mengurus tawanan
perang dan tentara Jepang yang berada di Jawa Tengah. Kedatangan sekutu ini
diboncengi oleh NICA. Kedatangan Sekutu ini mulanya disambut baik, bahkan
Gubernur Jawa Tengah Mr Wongsonegoro menyepakati akan menyediakan
bahan makanan dan keperluan lain bagi kelancaran tugas Sekutu, sedang Sekutu
berjanji tidak akan mengganggu kedaulatan Republik Indonesia.
Namun, ketika pasukan Sekutu dan NICA telah sampai di Ambarawa dan Magelang untuk membebaskan para tawanan tentara
Belanda, para tawanan tersebut malah dipersenjatai sehingga menimbulkan
kemarahan pihak Indonesia. Insiden bersenjata timbul di kota Magelang, hingga terjadi pertempuran. Di Magelang, tentara Sekutu
bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti Tentara Keamanan
Rakyat dan
membuat kekacauan. TKR Resimen Magelang pimpinan Letkol. M. Sarbini membalas tindakan tersebut dengan mengepung tentara Sekutu
dari segala penjuru. Namun mereka selamat dari kehancuran berkat campur tangan
Presiden Soekarno yang berhasil menenangkan suasana. Kemudian pasukan Sekutu
secara diam-diam meninggalkan Kota Magelang menuju ke benteng Ambarawa. Akibat
peristiwa tersebut, Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letkol. M. Sarbini
segera mengadakan pengejaran terhadap mereka. Gerakan mundur tentara Sekutu
tertahan di Desa Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda di bawah
pimpinan Oni
Sastrodihardjo
yang diperkuat oleh pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta.
Tentara Sekutu kembali dihadang oleh Batalyon I Soerjosoempeno di Ngipik. Pada saat pengunduran,
tentara Sekutu mencoba menduduki dua desa di sekitar Ambarawa. Pasukan
Indonesia di bawah pimpinan Letkol Isdiman berusaha membebaskan kedua desa
tersebut, namun ia gugur terlebih dahulu. Sejak gugurnya Letkol Isdiman,
Komandan Divisi V Banyumas, Kol. Soedirman merasa kehilangan seorang perwira terbaiknya dan Ia
langsung turun ke lapangan untuk memimpin pertempuran. Kehadiran Kol. Soedirman
memberikan napas baru kepada pasukan-pasukan RI. Koordinasi diadakan diantara
komando-komando sektor dan pengepungan terhadap musuh semakin ketat. Siasat
yang diterapkan adalah serangan pendadakan serentak di semua sektor. Bala
bantuan terus mengalir dari Yogyakarta, Solo, Salatiga, Purwokerto, Magelang, Semarang, dan lain-lain.
Tanggal 23 November 1945 ketika matahari mulai terbit, mulailah tembak-menembak
dengan pasukan Sekutu yang bertahan di kompleks gereja dan kerkhop Belanda di
Jl. Margo Agoeng. Pasukan Indonesia terdiri dari Yon. Imam
Adrongi, Yon. Soeharto dan Yon. Soegeng. Tentara Sekutu mengerahkan
tawanan-tawanan Jepang dengan diperkuat tanknya, menyusup ke tempat kedudukan
Indonesia dari arah belakang, karena itu pasukan Indonesia pindah ke Bedono.
Pada tanggal 11 Desember 1945, Kol. Soedirman mengadakan rapat dengan para Komandan
Sektor TKR dan Laskar. Pada tanggal 12 Desember 1945 jam 04.30 pagi, Serangan mulai dilancarkan. Pembukaan
serangan dimulai dari tembakan mitraliur terlebih dahulu, kemudian disusul oleh
penembak-penembak karaben. Pertempuran berkobar di Ambarawa. Satu setengah jam
kemudian, jalan raya Semarang-Ambarawa dikuasai oleh kesatuan-kesatuan TKR.
Pertempuran Ambarawa berlangsung sengit. Kol. Soedirman langsung memimpin
pasukannya yang menggunakan taktik gelar supit urang, atau pengepungan
rangkap dari kedua sisi sehingga musuh benar-benar terkurung. Suplai dan
komunikasi dengan pasukan induknya diputus sama sekali. Setelah bertempur
selama 4 hari, pada tanggal 15 Desember 1945 pertempuran berakhir dan Indonesia berhasil merebut
Ambarawa dan Sekutu dibuat mundur ke Semarang. Kemenangan pertempuran ini kini
diabadikan dengan didirikannya Monumen Palagan
Ambarawa dan
diperingatinya Hari Jadi TNI Angkatan Darat atau Hari Juang Kartika.
3. Museum Kereta
Api
Semua berawal dari dimulainya penjajahan Belanda dan didirikannya
pemerintahan Belanda dengan berdirinya VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie)
pada tahun 1602. Masa itu adalah awal penjajahan Belanda yang membawa
kemiskinan, kesengsaraan, bahkan kematian bagi ratusan ribu masyarakat
Indonesia.
Tetapi di lain pihak, begitu banyak pula keuntungan yang
didapat masyarakat Indonesia meskipun semuanya harus dibayar mahal. Sistem ar
sitektur, sistem pe ndidikan, dan sistem pemerintahan Indonesia yang ada saat ini secara tidak lang sung adalah hasil
asimilasi budaya dari budaya yang di
bawa bangsa Belanda s aat menjajah Indonesia.
Seluruh pemerintahan berpusat di Batavia pa da masa itu, tetapi sistem
perkeretaapian justru bermula dari kota Semarang, Jawa Tengah.
Pada tahun 1830, pemerintah Belanda mulai memberlakukan
Sistem Tanam Paksa pada penduduk Indonesia. Sebagai timbal baliknya, daerah
perkebunan di Semarang dan daerah pedalaman sekitarnya seperti Ambarawa dan
Salatiga mengalami pertumbuhan pesat. Kopi adalah salah satu hasil perkebunan yang paling banyak di daerah
tersebut. Perlahan tapi pasti, hasil-hasil perkebunan di aerah tersebut
melimpah ruah.
Perkembangan yang sangat pesat ini menimbul kan masalah baru
dalam hal transportasi untuk mengangkut
hasil bumi. Dengan beberapa pertimbangan, akhirnya kereta api dipilih sebagai sarana transportasi utama
untuk tujuan militer dan mengangkut hasil
bumi. Pembangunan rel dan stasiun kereta api pertama dimulai dari kota Semarang yang kemudian disusul dengan daerah-daerah lain, mulai dari Kedungjati, Ambarawa, Tuntang, Tanggung, Surakarta,
Yogyakarta, dan lain-lain. Topografi
untuk daerah Ambarawa yang
berbukit-bukit menjadi masa lah tersendiri. Tetapi untuk memenuhi kebutuhan rel kereta api ini tetap dibangun secara
khusus yaitu dengan menggunakan struktur
kereta api bergerigi untuk menahan kereta agar tidak melorot saat menanjak.
Stasiun Ambarawa adalah salah satu
stasiun utama ya ng didirikan untuk menghubungkan
kota Semarang dengan kota-kota besar
lainnya seperti Yogyakarta dan
Surakarta, yaitu pada tahun 1873 dengan nama Stasiun
Willem I atau dulu sering disebut
sebagai Koening Willem I Spoorweg Seiring dengan perkembangan jaman, kereta
api mulai ditinggalkan masyarakat
sebagai transportasi utama.
Kota - kota seperti Yogyakarta,
Semarang dan Surakarta bisa ditempuh dengan bis dari kota Ambarawa Akhirnya
pada tahun 1967 Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) menghentikan operasi
kereta api jurusan Ambarawa-Magelang dan sepuluh tahun kemudian jurusan Ambarawa
Kedungjati ikut ditutup. Stasiun kereta api Ambarawa yang menganggur ini menarik
perhatian pemerintah untuk menciptakan suatu museum kereta api sebagai salah
satu tujuan wisata di Jawa Tengah. Ide tersebut terus mendapat dukungan dari berbagai
pihak. Pada tahun 1977 Museum Kereta Api Ambarawa dibuka untuk umum Museum
Kereta Api Ambarawa terus menambah koleksi lokomotif-lokomotif tuanya dan terus
merawatnya. Tidak kurang dari 20
lokomotif uap dengan ukuran, tahun pembuatan, spesifikasi maupun asal negara pembuatnya
yang berbeda-beda dipajang di sekliling
museum. Selain itu, masih ada 5 koleksi
lokomotif lagi yang terdapat di Depo
(berfungsi semacam bengkel) yang
terletak 50m dari museum. Tiga diantaranya masih bisa beroperasi dengan baik, yaitu lokomotif B 2502, B 2503, dan E 1060. Ada pula 5 buah gerbong penumpang yang biasa digunakan untuk wisata kereta
uap dan 1 gerbong barang. Tidak hanya itu saja, gedung itu sendiri pun mempunyai
sejarah yang sangat panjang. Meskipun didirikan sejak tahun 1873, tetapi bangunan tersebut tetap berdiri sangat kokoh tanpa adanya renovasi yang berarti. Terdapat 2 ruang pameran,1 ruang yang digunakan sebagai ruang tunggu, 2 ruang untuk
kantor, dan lain lain. Di dalam ruang pameran,
terdapat begitu banyak peralatan-peralatan kuno yang dulu digunakan dalam hal perkeretaapian. Ada beberapa teleponan tik
yang umurnya hampir 100 tahun, mesin ketik,
mesin hitung, lampu kereta api, alat cetak
tiket kereta, penunjuk arah kereta, dan masih
banyak lagi. Semuanya masih terjaga dengan baik.
“Ambarawa Railway Mountain Tour” adalah istilah yang sering
digunakan pihak museum untuk
mensosialisasikan paket wisata ini agar
mudah diterima oleh berbagai kalangan, baik
turis lokal maupun turis asing. Dalam bahasa Indonesia mungkin paket wisata ini lebih sering disebut dengan Wisata
Kereta Api Ambarawa. Rute yang dipakai adalah
stasium Ambarawa – Bedono melewati stasiun
Jambu. Jarak tempuh total hanya 10 km, tetapi lama perjalanan bisa mencapai 2
jam untuk perjalanan pulang pergi. Lokomotif yang digunakan untuk wisata ini
adalah koleksi milik Museum Kereta Api Ambarawa yang berseri B 2502 dan B 2503.
Kereta uap bergerigi ini adalah satu-satunya di Indonesia yang masih
dapat berjalan baik. Menurut Bpk. Rudi,
salah satu pengurus Museum Kereta Api
Ambarawa, hanya ada 2 negara lain yang
memiliki kereta sejenis dan masih dapat
beroperasi, yaitu India dan
Swiss. Ada 5 gerbong yang dimiliki
Museum Kereta Api Ambarawa ini yang
masih dapat beroperasi untuk
paket wisata ini.
Sekali perjalanan ssatu lokomotif akan menarik 2
gerbong penumpang yang masing-masing berkapasitas
maksimal 40 orang. Keunikan dan nilai
sejarah kereta api tua ini menjadi daya tarik tersendiri bagi turis lokal maupun
mancanegara untuk kembali mencoba merasakan
sensasi berkendara dengan suasana tahun 1900an.
Lokomotif dengan nomor seri B 2502 dan B 2503 ini sama-sama buatan “ Esslingen Emil Kessler”,Jerman. Lokomotif ini pertama
kali beroperasi pada tahun 1904, jadi sampai
saat ini lokomotif ini sudah berumur 100 tahun lebih. Lokomotif ini
panjangnya 8,18 meter dan lebarnya 2,75
meter. Kecepatan maksimal lokomotif ini
sebenarnya bisa mencapai 50 km/jam,
tetapi karena hanya untuk digunakan sebagai
keperluan wisata dan mengingat umunrnya
yg sudah sangat tua, kereta ini dijalankan dgn kecepatan kurang lebih 10 km/jam
saja. Bahan bakar yang digunakan adalah kayu, bukan sembarang kayu tetapi harus kayu jati.
Menurut Bapak Tri, Museum Kereta api, bahan
bakarnya harus kayu jati karena hanya jeni kayu ini yang bisa menghasilkan
panas sesuai dengan panas ketel lokomotif. Tak kurang dari 2,5 meter kubik kayu
jati ini dipakai untuk memanaskan 2.850 liter air yang kemudian uapnya akan
digunakan sebagai pendorong kereta. Ketel berisi air tersebut terletak di
bagian moncong kereta dan harus dipanaskan selama kurang lebih tiga jam sebelum
dijalankan. Gerbong penumpang yang digunakan juga tidak kalah tuanya. Umurnya lebih
muda 5 tahun dibandingkan lokomotif yang dipakai yaitu buatan tahun 1909. Pada
awalnya, gerbong penumpang tersebut memang tidak senyaman sekarang. Karena
untuk tujuan wisata, gerbong-gerbong tersebut direnovasi tanpa mengubah
strukturnya. Tidak ada kaca jendela, hanya berupa daun jendela darikayu yang dapat
dibuka tutup. Untuk kursi, semuanya menggunakan kayu yang cukup untuk diduduki
2-3 penumpang. Interior yang serba kayu dan apa adanya ini justru semakin
menambah nilai eksotis dan memperkental suasana tahun 1900an yang diusungnya
ini. Perjalanan wisata kereta api ini ditawarkan dengan harga yang tidak murah,
yaitu Rp. 3.250.000,00 untuk sekali jalan (harga saat penulisan tugas akhir
ini). Biaya ini ditanggung oleh seluruh penumpang yang bisa mencapai 80 orang
dalam sekali perjalanan. Biaya ini tidak terlalu mahal, mengingat untuk biaya
operasional saja dibutuhkan dana kurang lebih Rp. 1.000.000,00 se kali jalan.
Info untuk pemesanan wisata ini memang kurang tersebar.
Untuk memesan hanya ada 2 cara,
yaitu menghubungi langsung Museum Kereta Api Ambarawa atau menghubungi agen
travel daerah Semarang. Tidak semua agen travel melayani pemesanan paket wisata
ini, tetapi agen travel di hotel-hotel berbintang sekitar Semarang biasanya
menawarkan paket wisata ini. Untuk pemesanan harus dilakukan kira-kira 1 minggu
sebelum jadwal keberangkatan, karena dibutuhkan waktu cukup lama untuk
persiapan. “Ambarawa Railway Mountain
Tour” ini dalam beberapa tahun terakhir memang mengalami sedikit
peningkatan. Namun, menurut Bapak Soehardjono selaku Kepala Stasiun Ambarawa,
tingkat okupansi wisata ini masih belum terlalu tinggi, rata-rata dalam seminggu
kereta tersebut beroperasi sebanyak 3-4 kali.Beliau juga mengungkapkan bahwa
peminat wisata kereta uap ini hanya sebatas turis asing atau lokal yang kebetulan
singgah atau sedang berwisata di kota Semarang atau kota lainnya di Jawa Tengah.
Kebanyakan yang menyewa paket wisata ini adalah turis asing dari Belanda,
Jerman, Swiss, Australia, dan Jepang. Untuk turis lokal, yang sering menyewa paket
wisata ini adalah rombongan pegawai sebuah kantor, klub-klub tertentu, dan
juga rombongan dari sekolah-sekolah.
Untuk pengun jung dalam jumlah kecil
biasanya lebih mudah memesan melalui agen travel yang ada di hotel-hotel di sekitar
Semarang. Dalam perjalanannya, kereta uap ini akan be rhenti di 2 stasiun
yaitu, Jambu dan Bedono. Perjalanan dari stasiun Ambarawa ke stasiun Jambu
masih belum terasa istimewa mengingat
jalurnya masih datar dan pemandangan sekelilingnya hanya pemukiman penduduk. Perjalanan
dari stasiun Jambu ke stasiun Bedono mulai menanjak. Di stasiun Jambu posisi
lokomotif diputar sehingga pos isi lokomotif sekarang ada di belakang gerbong penumpang. Dalam perjalanan
menanjak inilah baru terasa manfaat dari
roda bergerigi yang berfungsi agar
kereta tidak melorot. Perjalanan terus menanjak hingga mencapai ketinggian 700
m di atas permukaan laut. Pemandangan di sekelilingnya juga sangat indah, perpaduan antara gunung Ungaran
dan gunung Merbabu, serta hamparan kebun kopi. Setelah sampai di stasiun
Bedono, kereta uap kembali diperiksa dan diisi air. Perjalanan kemudian
dilanjutkan kembali pulang ke stasiun Ambarawa. Sensasi perjalanan dengan
kereta uap bersejarah inilah yang dicari para pengunjung.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kegiatan kuliah kerja lapangan (KKL) STKIP Seta Budhi
Rangkasbitung khususmnya program study Pendidikan Sejarah merupakan kegiatan
rutinitas setiap tahun, bahkan mahasiswa Sejarah wajib mengikuti mata Kuliah
ini, jikalau tidak mengiktuti KKL ini, Maka mahasiswa tersebut akan menerima
resikonya selain ilmu yang didapat maka nilai oun akan kosong dan akan
mengulang tahun depan,. Adapun yang menjadi obyek dalam KKL yang bertemakan ”Ndeleung spur” atau dalam bahasa
Indonesia adalh melihat kereta. Namun dalam hal itu tiga obyek yang kami tuju
yaitu : Candi Gedong Songo, Monumen Palagan Ambarawa, dan Museum Kereta Api.
Dengan
adanya kegiatan KKL ini, Mahasiswa pendidikan Sejarah bisa belajar dan menambah
wawasanya karna mmahasiswa telah melihat langsung apa yang telah diwajibkan
dalam kajian teoritis,analisis, dan lain sebagainya.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Satuan
Pendidikan : SMA
Kelas/Semester :
XI
Mata
Pelajaran : Sejarah
Indonesia
Materi Pokok :
Kerajaan – kerajaan
Hindu – Budha di Indonesia
Alokasi
Waktu : 6 pertemuan (12 JP)
A.
Kompetensi Inti
1. Menghargai dan menghayati ajaran
agama yang dianutnya.
2. Menghargai dan menghayati perilaku
jujur, disiplin, tanggungjawab,
peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi
secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan
keberadaannya.
3. Memahami pengetahuan (faktual,
konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
4.
Mencoba,
mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai,
memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak(menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan
mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama
dalam sudut pandang/teori.
5.
B.
Kompetensi
Dasar dan Indikator
No
|
Kompetensi
Dasar
|
Indikator
|
1
|
Menghayati keteladanan
para pemimpin
dalam toleransi antar umat beragama dan mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
|
1.2.1 Toleransi
dalam berdoa antar umat beragama Musyawarah mufakat dalam memecahkan masalah
|
2
|
Menunjukkan
sikap tanggung
jawab peduli terhadap berbagai hasil budaya pada zaman Hindu
– Buddha.
|
Memanfaatkan Museum
sebagai sumber referensi bejalar kebudayaan Hindu – Buddha.
Menunjukkan rasa tanggung jawab dengan memelihara dan
menjaga hasil kebudayaan Hindu – Buddha di Indonesia
|
3
|
Menganalisis
karakteristik kehidupan
masyarakat,pemerintah,dan kebudayaan
pada masa kerajaan-kerajaan
Hindu
- Budha di Indonesia serta menunjukkan contoh bukti - bukti yang masih berlaku pada
kehidupan masyarakat Indonesia masa kini.
|
Mengklasifikasikan kerajaan – kerajaan
Hindu Buddha di Indonesia Mendeskripsikan
masing–masing kerajaan – kerajaan
Hindu – Buddha di Indonesia Menunjukkan Bukti-bukti Kehidupan dan hasil-hasil kebudayaan pengaruh Hindu-Buddha
yang masih ada pada saat ini.
|
4.
4
4
|
Menyajikan
hasil penalaran dalam
bentuk tulisan bentuk tulisan tentang nilai-nilai
dan unsur budaya yang
berkembang pada masa kerajaan Hindu – Buddha dan
masih
berkelanjutan dalam kehidupan bangsa Indonesia pada
masa kini.
|
Menyajikan hasil telaah klasifikasi kerajaan – kerajaanHindu – Buddha
di Indonesia Menyajikan
hasil deskripsi masing – masing kerajaan – kerajaan Hindu – Buddha di
Indonesia Menyajikan
hasil telaah tentang bukti – bukti kehidupan hasil kebudayaan pengaruh Hindu
– Buddha yang masih ada pada saat ini.
|
C. Tujuan Pembelajaran
Kompetensi Sikap Spiritual dan Sikap Sosial
Pertemuan 1, 2, 3, 4, 5, dan 6
Setelah
mengikuti proses pembelajaran, peserta didik mampu:
1.2.1.1 Toleransi
dalam berdoa antar umat beragama
1.2.2.1 Musyawarah mufakat dalam memecahkan masalah
2.1.1.1
Memanfaatkan
Museum sebagai sumber referensi bejalar kebudayaan Hindu – Buddha.
2.1.2.1
Menunjukkan rasa tanggung jawab dengan memelihara dan menjaga hasil
kebudayaan Hindu – Buddha di Indonesia
Kompetensi Pengetahuan dan Keterampilan
Pertemuan Pertama
Setelah
mengikuti proses pembelajaran, peserta didik mampu:
3.6.1.1. Mengklasifikasikan
kerajaan – kerajaan Hindu – Buddha di Indonesia
3.6.2.1
Mengidentifikasikan
letak Kerajaan-kerajaan Hindu – Budha di Indonesia
3.6.2.2
Menjelaskan
tentang kerajaan – kerajaan Hindu – Buddha di Indonesia
D.
Materi Pembelajaran
Pertemuan
Pertama
1.
Menjelaskan
perkembangan kerajaan - kerajaan Hindu – Budha di Indonesia
2.
Menganalisis
kehidupan ekonomi masyarakat zaman Hindu
-Budha
3.
Menganalisis
perkembangan hasil kebudayaan zaman kerajaan Hindu – Budha di Indonesia
4.
Menunjukkan
nilai-nilai kehidupan dan unsur budaya zaman Kerajaan Hindu – Budha yang masih
ada sampai sekarang
5.
Meneladani
tokoh Kerajaan Hindu – Budha
6.
Menganalisis
agama dan kepercayaan kerajaan kerajaan Hindu – Budha di Indonesia
E.
Metode Pembelajaran
Pembelajaran Saintifik.
F.
Media, Alat,
dan Sumber Pembelajaran
1. Media
·
Power point kerajaan –kerajaan Hindu
Budha
2.Alat dan bahan
·
LCD
·
Leptop
·
In focus
3. Sumber Belajar
·
Hapsari,Ratna. M.Adil. 2013. Sejarah
Indonesia Jilid 1 untuk SMA dan MA Kelas X. Jakarta: Erlangga.
·
Internet
· G. Langkah-langkah kegiatan dalam pembelajaran
Pertemuan Pertama
1) Kegiatan
Pendahuluan (12 menit)
a. Guru mempersiapkan secara fisik dan
psikis peserta didik untuk mengikuti pembelajaran dengan melakukan berdoa, menanyakan kehadiran peserta didik, kebersihan dan kerapian kelas,
kesiapan buku tulis dan sumber belajar.
b. Guru memberi motivasi dengan
membimbing peserta didik menyanyikan
lagu wajib nasional dari sabang sampai merauke, dilanjutkan melakukan tanya jawab tentang lagu tersebut
c. Guru melakukan apersepsi melalui tanya jawab mengenai materi tentang
kerajaan – kerajaan Hindu Buddha yang ada di Indonesia.
d. Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai tentang klasifikasi dan kerajaan –
kerajaan Hindu – Buddha di Indonesia.
2) Kegiatan
Inti (60 menit)
Model
Pembelajaran Group Investigation
·
Peserta didik di bagi kedalam 4
kelompok
·
Setiap kelompok diberi tugas untuk
menginvestigai sebuah kerajaan
Setiap kelompok mendapatkan tugas:
1.
Mengidentifikasi
prasasti dari zaman kerajaan Kutai dan Tarumanegara
2.
Mengidentifikasi
letak – Letak Kerajaan bercorak Hindu-Budha
3.
Menelaah
corak kehidupan politik, ekonomi,sosial dan budaya masyarakat zaman kerajaan bercorak
Hindu-Budha
4.
Mengidentifikasi
hasil-hasil budaya zaman kerajaan Hindu – Budha
Mengamati
a. Peserta didik dalam kelompok mengamati
dan membaca setiap slide power point tentang kerajaan-kerajaan
Hindu-Budha.
b. Peserta didik
dalam kelompok mengidentifikasi masing – masing kerajaan dan
mengklasifikasikannya
ü Kompetensi yang
dikembangan : Melatih kesungguhan, ketelitian dan mencari informasi
Menanya
a. Peserta didik
dalam kelompok menyusun sejumlah pertanyaan hal-hal yang berkenaan dengan
kerajaan – kerajaan Kutai dan Tarumanegara. Guru membimbing peserta didik secara kelompok untuk
mengidentifikasi pertanyaan dari hasil pengamatan yang berkaitan dengan ketiga kerajaan
tersebut .Guru
dapat membimbing peserta didik menyusun pertanyaan seperti :
·
Apa agama yang di anut ?
·
Tahun berapa kerajaan kutai dan
Tarumanegara berdiri ?
·
Dimana letak kerajaan ?
·
Siapa raja tekenal ?
·
Apa peninggalan/bukti dari
masing-masing kerajaan ?
b. Peserta didik
mengajukan pertanyaan dengan ungkapan bahasa yang santun. Guru memberi motivasi dan
penghargaan bagi kelompok yang menyusun pertanyaan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
c. Peserta didik
mengidentifikasi dan mengklasifikasi pertanyaan tentang kerajaan –kerajaan yang
akan dicari jawabannya dalam diskusi kelompok.
ü Kompetensi yang
dikembangkan :
Mengembangkan
Kreativitas, rasa ingin tahu, berpikir kritis
Mencoba/Mengumpulkan Data atau Informasi
a. Peserta didik mencari informasi dan
mendiskusikan jawaban atas pertanyaan yang sudah disusun dengan membaca uraian
materi di Buku Sejarah Kelas
X halaman ...,
juga mencari melalui sumber belajar lain seperti buku referensi lain dan
internet dengan bimbingan guru.
b. Peserta didik
menanyakan jawaban yang telah disusun dengan mengkonfirmasikan jawaban tersebut
kepada guru tentang kebenaran jawaban yang dibuat kelompok. Guru menyediakan berbagai sumber belajar dan dapat
menjelaskan jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh peserta didik dalam
kelompok.
c. Peserta didik
mengecek kembali jawaban pertanyaan dengan menggunakan sumber belajar yang
telah disediakan guru.
ü Kompetensi yang
dikembangkan :
Mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan dan menghargai
pendapat orang lain
Mengasosiasi/Menganalisis Data atau Informasi
a. Peserta didik dengan
bimbingan guru mendiskusikan
hubungan atas berbagai informasi yang sudah diperoleh sebelumnya, seperti :
·
Mengapa
Kerajaan –
kerajaan tersebut
memperoleh pengaruh baik Hindu atau Buddha ?
·
Apa
peninggalan
sejarah yang bisa dijadikan sumber untuk menguak atau mengidentifikasi
kerajaan-kerajan tersebut ?
·
Mengapa kerajaan – kerajaan tersebut
runtuh ?
a. Peserta didik
menyusun simpulan atas berbagai pertanyaan dengan bimbingan guru tentang
kerajaan Kutai dan Tarumanegara.
ü Kompetensi yang
dikembangkan :
Sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan dan kerja
keras
Mengkomunikasikan
a. Peserta didik
dengan arahan guru membuat
bahan tayang atau lembar kerja kelompok secara sistematis untuk
melaporkan hasil kerja kelompok tentang kerajaan Kutai dan Tarumanegara.
b. Peserta didik
mematuhi tata cara penyajian kelompok,
seperti :
·
Kelompok
menyajikan secara bergantian bahan tayang yang telah disusun sebelumnya.
·
Kelompok
penyaji menyajikan materi paling lama 5 menit. Kelompok lain memperhatikan
penyajian kelompok penyaji dan mencatat hal-hal yang penting serta
mempersiapkan pertanyaan terhadap hal yang belum jelas.
·
Kelompok
penyaji bertanya jawab dan diskusi dengan peserta didik lain tentang materi
yang disajikan paling lama 15 menit.
·
Mengangkat
tangan sebelum memberikan pertanyaan atau menyampaikan pendapat.
·
Menyampaikan
pertanyaan atau pendapat setelah dipersilahkan oleh guru (moderator).
·
Menggunakan
bahasa yang sopan saat menyampaikan pertanyaan atau pendapat.
·
Berbicara
secara bergantian dan tidak memotong pembicaraan orang lain
c. Peserta didik
melakukan diskusi kelas dengan bimbingan atau dimoderatori oleh guru.
d. Kelompok lain memberikan tanggapan dan
guru memberikan konfirmasi terhadap
jawaban peserta didik dalam diskusi, dengan meluruskan jawaban yang kurang
tepat dan memberikan penghargaan bila jawaban benar.
ü Kopetensi yang
dikembangkan
Sikap teliti, toleransi, kemampan berpikir sistematis
3) Kegiatan Penutup (18 menit)
a. Peserta didik dengan
bimbingan guru menyimpulkan
materi pembelajaran melalui tanya jawab secara klasikal tentang peninggalan kerajaan-kerajaan
Hindu-budha..
b.
Peserta didik melakukan refleksi atas manfaat proses pembelajaran
yang telah dilakukan dan menentukan tindakan
yang akan dilakukan berkaitan dengan kerajaaan Bercorak Hindu-Budha, dengan meminta menjawab pertanyaan
berikut secara lisan.
·
Apa
manfaat yang diperoleh dari mempelajari sejarah Kerajaan Bercorak Hindu – Budha? Apa sikap yang kalian
peroleh dari proses pembelajaran yang telah dilakukan?
·
Apa
rencana tindak lanjut akan kalian lakukan?
·
Apa
sikap yang perlu dilakukan selanjutnya?
c. Peserta didik mencatat tugas
pekerjaan rumah untuk pengayaan dan membaca materi untuk pertemuan berikutnya yaitu perumasan
dasar negara.
d.
H.
Penilaian
1. Kompetensi Sikap Spiritual dan Sikap Sosial
a. Teknik Penilaian : Observasi
b. Bentuk
Instrumen : Lembar Penilaian Observasi
c. Kisi-kisi :
No
|
Indikator
|
Butir Instrumen
|
1
|
Toleransi
dalam berdoa antar umat beragama
|
1
|
2
|
Menunjukkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
dengan dirumuskannya Pancasila sebagai dasar negara oleh para pendiri negara.
|
2
|
3
|
Memanfaatkan
Museum sebagai sumber referensi bejalar kebudayaan Hindu – Buddha.
|
3
|
4
|
Menunjukkan rasa tanggung jawab dengan memelihara dan
menjaga hasil kebudayaan Hindu – Buddha di Indonesia
|
4
|
Instrumen: lihat Lampiran
1
a. Teknik Penilaian : Observasi
b. Bentuk
Instrumen : Lembar Penilaian Observasi
c. Kisi-kisi :
2.
Kompetensi
Pengetahuan
No
|
Indikator
|
Butir Instrumen
|
1
|
Menjelaskan perkembangan kerajaan –
kerajaan bercorak Hindu - Budha
|
1
|
2
|
Menganalisis kehidupan ekonomi masyarakat zaman kerajaan – kerajaan
bercorak Hindu - Budha
|
5, 9
|
3
|
Menganalisis perkembangan hasil
kebudayaan zaman kerajaan – kerajaan bercorak Hindu – Budha
|
8
|
4
|
Menunjukkan nilai-nilai kehidupan
dan unsur budaya zaman ya kerajaan – kerajaan bercorak Hindu - Budha yang
masih ada sampai sekarang
|
6
|
5
|
Meneladani tokoh Mulawarman dan
purnawarman dalam memimpin kerajaan – kerajaan bercorak Hindu – Budha
|
2
|
6
|
Menunjukkan letak kerajaan –
kerajaan bercorak Hindu – Budha
|
4
|
7
|
Menganalisis agama dan kepercayaan
kerajaan – kerajaan bercorak Hindu – Budha
|
3, 7, 10
|
Instrumen: lihat Lampiran : 2
3. Kompetensi Keterampilan
a. Teknik Penilaian : Observasi
b. Bentuk
Instrumen : Lembar observasi
c. Kisi-kisi :
No
|
Keterampilan
|
Butir Instrumen
|
1
|
Menyajikan hasil telaah klasifikasi kerajaan – kerajaan Hindu – Buddha
di Indonesia
|
1,2
|
2
|
Menyajikan hasil deskripsi masing – masing kerajaan – kerajaan Hindu –
Buddha di Indonesia
|
3,4,5,6,7
|
3
|
Menyajikan hasil telaah tentang bukti – bukti kehidupan hasil
kebudayaan pengaruh Hindu – Buddha yang masih ada pada saat ini
|
8,9,10,11,12
|
Instrumen: lihat Lampiran
3
Lampiran 1
Lembar Observasi
Sikap Spiritual dan Sikap Sosial
NamaPesertaDidik :
Kelas :
TanggalPengamatan :
Pokok :
Kerajaan–kerajaan Hindu–Buddha diIndonesia
No
|
Aspek
Spiritual dan Sosial
|
Skor
|
Keterangan
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
|||
1
|
Toleransi
dalam berdoa antar umat beragama
|
4
|
||||
2
|
Menunjukkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
dengan dirumuskannya Pancasila sebagai dasar negara oleh para pendiri negara.
|
4
|
||||
3
|
Memanfaatkan
Museum sebagai sumber referensi bejalar kebudayaan Hindu – Buddha.
|
1
|
||||
4
|
Menunjukkan rasa tanggung jawab dengan memelihara dan
menjaga hasil kebudayaan Hindu – Buddha di Indonesia
|
2
|
||||
Jumlah Skor
|
Skor Penilaian:
4 =
selalu, apabila selalu melakukan sesuai pernyataan
3 =
sering, apabila sering melakukan sesuai pernyataan dan kadang-kadangtidak melakukan
2 =
kadang-kadang, apabila kadang-kadang melakukan dan sering tidak melakukan
1 =
tidak pernah, apabila tidak pernah melakukan
Rubrik Penilaian:
Nilai = ……….
Sangat Baik : apabila memperoleh skor : 3,33 < skor ≤ 4,00
Sangat Baik : apabila memperoleh skor : 3,33 < skor ≤ 4,00
Baik : apabila
memperoleh skor : 2,33 < skor ≤ 3,33
Cukup : apabila
memperoleh skor : 1,33 < skor≤ 2,33
Kurang : apabila
memperoleh skor: skor ≤ 1,33
Lampiran 2
a. a.
Teknik Penilaian : Tes Tertulis
b. b.
Bentuk
Instrumen : Uraian
c. c.
Kisi-kisi :
No
|
Indikator
|
Butir Instrumen
|
1
|
Mengklasifikasikan
kerajaan – kerajaan Hindu – Buddha di Indonesia
|
1, 2,
|
2
|
Mendeskripsikan masing –
masing kerajaan – kerajaan Hindu – Buddha di Indonesia
|
3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14
|
3
|
Menunjukkan Bukti-bukti Kehidupan dan hasil-hasil kebudayaan pengaruh Hindu-Buddha
yang masih ada pada saat ini
|
15
|
Lampiran 3:
Lembar Observasi Keterampilan
Nama Peserta Didik : ...
Kelas :
...
Tanggal Pengamatan : ...
Pokok :
Kerajaan–kerajaan Hindu–Buddha diIndonesia
No
|
Aspek
Keterampilan
|
Skor
|
Keterangan
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
|||
A
|
Menyajikan hasil telaah klasifikasi kerajaan – kerajaan Hindu Buddha di
Indonesia
|
|||||
Menyampaikan gagasan dengan lancar
dan logis
|
||||||
Mendukung kerjasama kelompok
|
||||||
B
|
Menyajikan hasil deskripsi masing – masing kerajaan – kerajaan Hindu –
Buddha di Indonesia
|
|||||
Kejelasan isi paparan
|
||||||
Menyampaikan gagasan dengan lancar
dan logis
|
||||||
Mendukung kerjasama kelompok
|
||||||
Menanggapi pertanyaan dengan lugas
dan jelas
|
||||||
Menerimasecaralogispendapatkelompok lain
|
||||||
C
|
Menyajikan hasil telaah tentang bukti – bukti kehidupan hasil
kebudayaan pengaruh Hindu – Buddha yang masih ada pada saat ini
|
|||||
Kejelasanisipaparan
|
||||||
Menyampaikan gagasan dengan lancar
dan logis
|
||||||
Mendukung kerjasama kelompok
|
||||||
Menanggapi pertanyaan dengan lugas
dan jelas
|
||||||
Menerimasecaralogispendapatkelompok lain
|
||||||
JumlahSkor
|
Skor Penilaian:
Nilai=
Sangat
Baik :
apabila memperoleh skor : 3,33 < skor ≤ 4,00
Baik :
apabila memperoleh skor : 2,33 < skor ≤ 3,33
Cukup :
apabila memperoleh skor : 1,33 < skor≤ 2,33
Kurang :
apabila memperoleh skor: skor ≤ 1,33
Tidak ada komentar:
Posting Komentar